MAKALAH
FARMASI FISIKA
“SISTEM
KOLOID”
DISUSUN OLEH :
ANCU
SUIANTO (PO.713251141053)
AFDHAL
(PO.713251141052)
YOSUA
PANDU T. (PO.713251141099)
JURUSAN
FARMASI
POLITEKNIK
KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena atas
izin-Nya kami dapat menyusun salah satu karya ilmiah ini yang berbentuk makalah
dengan ilmu yang kami dapatkan dari berbagai sumber. Kami berharap dengan
dibuatnya makalah ini dapat memberikan ilmu pengetahuan baru serta wawasan yang
luas untuk kami.
Selama proses pembuatan makalah ini, kami telah mengumpulkan
berbagai data atau materi dari sumber-sumber yang kami dapatkan dan kami
mencoba menyusunnya hingga menjadi salah satu karya ilmiah sederhana yang
berbentuk makalah dengan judul System Koloid.
Kami menyadari dalam pembuatan makalah
ini banyak kesalahan yang terdapat di dalamnya, oleh karena itu segala bentuk
masukkan yang berupa kritik dan saran sangat penulis butuhkan dari pembaca agar
penulis dapat memperbaiki kesalahan tersebut.
Makassar, , , 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR
ISI ....................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A.
RUMUSAN MASALAH .............................................................................. 2
B. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH......................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN .................................................................................... 3
A.
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3
B. PENGERTIAN .............................................................................................. 3
C. PENGGOLONGAN KOLOID ..................................................................... 5
D. SIFAT – SIFAT KOLOID ............................................................................ 8
E. KESTABILAN KOLOID ............................................................................. 14
F. PEMBUATAN KOLOID .............................................................................. 18
G. PERANAN
KOLOID DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
............................................................................................................................... 21
III
PENUTUP ...................................................................................................... 26
KESIMPULAN
................................................................................................... 26
SARAN
................................................................................................................ 26
DAFTAR
PUSTAKA .......................................................................................... 27
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering bersinggungan dengan
sistem koloid sehingga sangat penting untuk dikaji. Sebagai contoh, hampir
semua bahan pangan mengandung partikel dengan ukuran koloid, seperti protein, karbohidrat,
dan lemak. Emulsi seperti susu juga termasuk koloid. Dalam bidang farmasi,
kebanyakan produknya juga berupa koloid, misalnya krim, dan salep yang termasuk
emulsi.
Dalam industri cat, semen, dan industri karet untuk membuat
ban semuanya melibatkan sistem koloid. Semua bentuk seperti spray untuk
serangga, cat, hair spray, dan sebagainya adalah juga koloid. Dalam bidang
pertanian, tanah juga dapat digolongkan sebagai koloid. Jadi system koloid
sangat berguna bagi kehidupan manusia.
Keadaan koloid atau sistem koloid atau
suspensi koloid atau larutan koloid atau suatu koloid adalah suatu campuran
berfasa dua yaitu fasa terdispersi dan fasa pendispersi dengan ukuran partikel
terdispersi berkisar antara 10-7 sampai dengan 10-4 cm.
Besaran partikel yang terdispersi, tidak menjelaskan keadaan partikel tersebut.
Partikel dapat terdiri atas atom, molekul kecil atau molekul yang sangat besar.
Koloid emas terdiri atas partikel-partikel dengan bebagai ukuran, yang
masing-masing mengandung jutaan atom emas atau lebih. Koloid belerang terdiri
atas partikel-partikel yang mengandung sekitar seribu molekul S8.
Suatu contoh molekul yang sangat besar (disebut juga molekul makro) ialah
haemoglobin. Berat molekul dari molekul ini 66800 s.m.a dan mempunyai diameter
sekitar 6 x 10-7
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa makna dari koloid ?
2.
Apa saja penggolongan koloid ?
3.
Bagaimanakah sifat – sifat koloid ?
4.
Bagaimana kestabilan koloid?
5.
Bagaimanakah cara pembuatan koloid ?
6.
Bagaimanakah peranan koloid dalam
kehidupan ?
C.
TUJUAN
PEMBUATAN MAKALAH
Makalah
ini ditujukan agar pembaca dapat mengetahui system koloid yang terdapat dalam
kehidupan sehari-hari, mengetahui apa itu arti koloid, penerapan koloid, dan
pemaparan lainnya tentang koloid.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
TINJAUAN
PUSTAKA
Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran (sistem
dispersi) dua atau
lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi yang
cukup besar (1
- 100 nm),
sehingga terkena efek
Tyndall. Bersifat
homogen berarti partikel terdispersi tidak terpengaruh oleh gaya gravitasi atau gaya lain yang dikenakan kepadanya; sehingga tidak
terjadi pengendapan, misalnya. Sifat homogen ini juga dimiliki oleh larutan, namun tidak dimiliki oleh campuran biasa (suspensi).
Koloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase) antara dua zat atau
lebih di mana partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase
terdispersi/yang dipecah) tersebar secara merata di dalam zat lain (medium
pendispersi/ pemecah). Ukuran partikel koloid berkisar antara 1-100 nm. Ukuran
yang dimaksud dapat berupa diameter, panjang, lebar, maupun tebal dari suatu
partikel.
B. PENGERTIAN
Selama ini kita memahami bahwa
campuran ada dua macam, yaitu campuran homogeny (larutan sejati) dan campuran
heterogen (suspensi). Di antara dua keadaan ini, ada satu jenis campuran yang
menyerupai larutan sejati, tetapi sifat-sifat yang dimilikinya berbeda sehingga
tidak dapat digolongkan sebagai larutan sejati maupun suspensi.
Berdasarkan ukuran partikel, sistem koloid berada di antara
suspense kasar dan larutan sejati. Ukuran partikel koloid lebih kecil dari
suspense kasar sehingga tidak membentuk fasa terpisah, tetapi tidak cukup kecil
jika dibandingkan larutan sejati. Dalam larutan sejati, molekul, atom, atau ion
terlarut secara homogen di dalam pelarut. Dalam sistem koloid,
partikel-partikel koloid terdispersi secara homogen dalam mediumnya. Oleh
karena itu, partikel koloid disebut sebagai fasa terdispersi dan mediumnya
disebut sebagai medium pendispersi.
Perhatikan persamaan dan perbedaan sifat dari larutan
sejati, dan suspense pada table berikut :
Sistem koloid (selanjutnya disingkat
"koloid" saja) merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua
atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel terdispersi
yang cukup besar (1
- 100 nm).
C.
PENGGOLONGAN KOLOID
Sama seperti larutan sejati, dalam sistem koloid
zat terdispersi maupun pendispersi dapat berupa gas,cairan, maupun padatan. Oleh
sebab itu, ada delapan macam sistem koloid seperti disajikan pada tabel berikut
:
Jika ditinjau dari tabel tersebut maka sistem koloid
mencakup hampir semua materi baiyang dihasilkan dari proses alam maupun yang
dikembangkan oleh manusia.
a. Koloid
Liofil dan Liofob
Berdasarkan tingkat kestabilannya, koloid dapat digolongkan
menjadi dua macam, yaitu koloid liofob dan liofil. Koloid liofob memiliki
kestabilan rendah, sedangkan koloid liofil memiliki kestabilan tinggi.
Liofob berasal dari bahasa Latin yang artinya menolak
pelarut, sedangkan liofil berarti menyukai pelarut. Jika medium pendispersi
dalam koloid adalah air maka digunakan istilah hidrofob dan hidrofil sebagai
pengganti liofob dan liofil.
Koloid hidrofil relatif stabil dan mudah dibuat, misalnya
dengan cara pelarutan. Gelatin, albumin telur, dan gom arab terbentuk dari
dehidrasi (penghilangan air) koloid hidrofil. Dengan menambahkan medium
pendispersi, gelatin dapat terbentuk kembali menjadi koloid sebab prosesnya
dapat balik (reversible). Koloid hidrofob umumnya kurang stabil dan cenderung
mudah mengendap. Waktu yang diperlukan untuk mengendap sangat beragam
bergantung pada kemampuan agregat (mengumpul) dari koloid tersebut. Lumpur
adalah koloid jenis hidrofob. Lumpur akan mengendap dalam waktu relatif
singkat. Namun, ada juga koloid hidrofob yang berumur panjang, misalnya sol
emas. Sol emas dalam medium air dapat bertahan sangat lama. Sol emas yang dibuat
oleh Michael Faraday pada 1857 sampai saat ini masih berupa sol emas dan
disimpan di museum London.
Koloid hidrofob bersifat tidak dapat balik (irreversible).
Jika koloid hidrofob mengalami dehidrasi (kehilangan air), koloid tersebut
tidak dapat kembali ke keadaan semula walaupun ditambahkan air. Sejumlah kecil
gelatin atau koloid hidrofil sering ditambahkan ke dalam sol logam yang
bertujuan untuk melindungi atau menstabilkan koloid logam tersebut.
Koloid hidrofil yang dapat menstabilkan koloid hidrofob
disebut koloid protektif atau koloid pelindung. Koloid protektif bertindak
melindungi muatan partikel koloid dengan cara melapisinya agar terhindar dari
koagulasi. Protein kasein bertindak sebagai koloid protektif dalam air susu.
Gelatin digunakan sebagai koloid pelindung dalam es krim untuk menjaga agar
tidak membentuk es batu.
b. Jelifikasi
(Gelatinasi)
Pada kondisi tertentu, sol dari koloid liofil dapat
mengalami pemekatan dan berubah menjadi material dengan massa lebih rapat,
disebut jeli. Proses pembentukan jeli disebut jelifikasi atau
gelatinasi. Contoh dari proses ini, yaitu pada pembuatan kue dari bahan
agar-agar,
kanji,
atau silikagel.
Pembentukan jeli terjadi akibat molekul-molekul bergabung
membentuk rantai panjang. Rantai ini menyebabkan terbentuknya ruang-ruang
kosong yang dapat diisi oleh cairan atau medium pendispersi sehingga cairan
terjebak dalam jaringan rantai. eristiwa medium pendispersi terjebak di antara
jaringan rantai pada jeli ini dinamakan swelling. Pembentukan jeli bergantung pada
suhu dan konsentrasi zat. Pada suhu tinggi, agar-agar sukar mengeras, sedangkan
pada suhu rendah akan memadat. Pembentukan jeli juga menuntut konsentrasi
tinggi agar seluruh pelarut dapat terjebak dalam jaringan.
Kepadatan jeli bergantung pada zat yang didispersikan.
Silikagel yang mengandung medium air sekitar 95% membentuk cairan kental
seperti lendir. Jika kandungan airnya lebih rendah sekitar 90% maka akan lebih
padat dan dapat dipotong dengan pisau. Jika jeli dibiarkan, volumenya akan
berkurang akibat cairannya keluar. Gejala ini dinamakan sinersis. Peristiwa
sinersis dapat diamati pada agar-agar yang dibiarkan lama. Jeli dapat
dikeringkan sampai kerangkanya keras dan dapat membentuk kristal padat atau
serbuk. Jeli seperti ini mengandung banyak pori dan memiliki kemampuan
mengabsorpsi zat lain. Silikagel dibuat dengan cara dikeringkan sampai
mengkristal. Silikagel digunakan sebagai pengering udara, seperti pada makanan
kaleng, alat-alat elektronik, dan yang lainnya.
Untuk
memahami jeli, Anda dapat melakukan kegiatan berikut :
D. SIFAT
- SIFAT KOLOID
a. Efek
Tyndall
Efek Tyndall ialah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya)
oleh partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran molekul koloid
yang cukup besar.
Efek Tyndall merupakan satu bentuk sifat optik yang dimiliki
oleh sistem koloid. Pada tahun 1869, Tyndall menemukan bahwa apabila suatu
berkas cahaya dilewatkan pada sistem koloid maka berkas cahaya tadi akan
tampak. Tetapi apabila berkas cahaya yang sama dilewatkan pada dilewatkan pada
larutan sejati, berkas cahaya tadi tidak akan tampak. Singkat kata efek Tyndall
merupakan efek penghamburan cahaya oleh sistem koloid.
Efek
Tyndall Koloid
Hamburan
cahaya oleh koloid
Dalam
kehidupan sehari-hari, efek Tyndall dapat kita amati seperti:
·
Di
bioskop, jika ada asap mengepul maka cahaya proyektor akan terlihat lebih terang.
·
Di
daerah berkabut, sorot lampu mobil terlihat lebih jelas
·
Sinar
matahari yang masuk melewati celah ke dalam ruangan berdebu, maka partikel debu akan terlihat dengan jelas.
b. Gerak Brown
Gerak Brown ialah gerakan partikel-partikel koloid yang
senantiasa bergerak lurus tapi tidak menentu (gerak acak/tidak
beraturan). Jika kita amati koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita
akan melihat bahwa partikelpartikel tersebut akan bergerak membentuk
zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown. Partikelpartikel
suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak
seperti pada zat cair dan gas ( dinamakan gerak Brown), sedangkan pada
zat padat hanya beroszillasidi tempat (tidak termasuk gerak Brown).
Untuk koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas,
pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan dengan
partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala
arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi
cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang
menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau
gerak Brown. Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown
yang terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel koloid, semakin
lambat gerak Brown yang terjadi.
Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam
larutan dan tidak ditemukan dalam campuran heterogen zat cair dengan zat padat
(suspensi). Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu sistem
koloid, maka semakin besar energi kinetik yang dimiliki partikel-partikel
medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase
terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu sistem
koloid, maka gerak Brown semakin lambat. (Gambar 12.4 Gerakan brown oleh
partikel system koloid)
c. Adsorpsi
Zat-zat yang terdispersi dalam sistem koloid dapat memiliki
sifat listrik pada permukaannya. Sifat ini menimbulkan gaya an der aals bahkan ikatan
valensi yang dapat mengikat partikel-partikel zat asing. Gejala penempelan zat
asing pada permukaan partikel koloid disebut adsorpsi Zat-zat teradsorpsi dapat
terikat kuat membentuk lapisan yang tebalnya tidak lebih dari satu atau dua
lapisan partikel.
Jika permukaan partikel koloid mengadsorpsi suatu anion maka
koloid akan bermuatan negatif. Jika permukaan partikel koloid mengadsorpsi
suatu kation maka koloid akan bermuatan positif. Jika yang diadsorpsi partikel
netral, koloid akan bersifat netral.
Oleh karena kemampuan partikel koloid dapat mengadsorpsi
partikel lain maka system koloid dapat membentuk agregat sangat besar berupa
jaringan, seperti pada jel. Sebaliknya,agregat yang besar dapat dipecah menjadi
agregat kecil-kecil seperti pada sol.
d.
Koagulasi
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk
endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi
membentuk koloid. Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan,
pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit,
pencampuran koloid yang berbeda muatan.
e. Koloid
Pelindung
Koloid pelindung ialah koloid yang mempunyai sifat dapat
melindungi koloid lain dari proses koagulasi.
f. Dialisis
Dialisis
adalah suatu teknik pemurnian koloid yang didasarkan pada perbedaan ukuran
partikel-partikel koloid. Dialisis dilakukan dengan cara menempatkan dispersi
koloid dalam kantong yang terbuat dari membrane semipermeabel, seperti kertas
selofan dan perkamen. Selanjutnya merendam kantong tersebut dalam air yang
mengalir. Oleh karena ion-ion atau molekul memiliki ukuran lebih kecil dari
partikel koloid maka ion-ion tersebut dapat pindah melalui membran dan keluar
dari sistem koloid. Adapun partikel koloid akan tetap berada didalam kantung
membran.
g. Elektroforesis
Muatan Koloid ditentukan oleh muatan ion yang terserap
permukaan koloid. Elektroforesis adalah gerakan partikel koloid karena pengaruh
medan listrik. Karena partikel koloid mempunyai muatan maka dapat bergerak
dalam medan listrik. Jika ke dalam koloid dimasukkan arus searah melalui
elektroda, maka koloid bermuatan positif akan bergerak menuju elektroda negatif
dan sesampai di elektroda negatif akan terjadi penetralan muatan dan koloid
akan menggumpal (koagulasi).
Elektroforesis dapat digunakan untuk mendeteksi muatan suatu
sistem koloid. Jika koloid bergerak menuju elektroda positif maka koloid yang
dianalisa mempunyai muatan negatif. Begitu juga sebaliknya, jika koloid
bergerak menuju elektroda negatif maka koloid yang dianalisa mempunyai muatan
positif.. Contoh percobaan elektroforesis sederhana untuk menentukan jenis
muatan dari koloid diperlihatkan pada gambar berikut
ini.
Elektroforesis
E.
KESTABILAN
KOLOID
Sistem koloid pada dasarnya stabil selama tidak ada gangguan
dari luar. Kestabilan koloid bergantung pada macam zat terdispersi dan
mediumnya. Ada koloid yang sangat stabil, ada juga koloid yang kestabilannya
rendah. Koloid-koloid yang stabil dapat menjadi suspenseatau larutan sejati
jika diganggu.
1. Kestabilan Koloid
Kestabilan koloid pada umumnya disebabkan oleh adanya muatan
listrik pada permukaan partikel koloid, akibat mengadsorpsi ion-ion dari medium
pendispersi. Jika larutan asam arsenat direaksikan dengan gas H2S, akan
terbentuk larutan arsen(III) sulfida menurut persamaan:
2H3AsO3(aq) + 3H2S(g) ⎯⎯→ As2S3(aq) + 6H2O(l)
Oleh karena H2S dalam air dapat terionisasi
membentuk ion H+ dan ion HS–, arsen(III) sulfida memiliki kemampuan
mengadsorpsi ion HS–. Oleh karenanya, pada kondisi tertentu larutan As2S3 akan
membentuk koloid bermuatan negatif berupa As2S3 membentuk negatif berupa sol
arsen (III) sulfide.
As2S3
membentuk koloid bermuatan negatif berupa sol arsen(III) sulfide. Mengapa sol
As2S3 bersifat stabil? Hal ini disebabkan partikel-partikel koloid yang
terbentuk bermuatan sejenis, yakni muatan negatif. Menurut konsep fisika,
muatan sejenis akan saling tolak-menolak sehingga partikelpartikel As2S3 tidak
pernah berkoagulasi menjadi endapan. Contoh yang lain, misalnya Fe(OH)3
dilarutkan ke dalam air membentuk larutan besi(III) hidroksida. Molekul Fe(OH)3
kurang larut dalam air. Akan tetapi, di dalam air, molekul tersebut dapat
mengadsorpsi ion-ion Fe3+ dari medium sehingga molekul Fe(OH)3 menjadi sol
Fe(OH)3 yang bermuatan positif dan sangat stabil .
2. Destabilisasi Koloid
Oleh karena kestabilan koloid disebabkan oleh muatan listrik
pada permukaan partikel koloid maka penetralan muatan partikel koloid dapat
menurunkan bahkan menghilangkan kestabilan koloid. Penetralan muatan partikel
koloid menyebabkan bergabungnya partikelpartikel koloid menjadi suatu agregat
sangat besar dan mengendap, akibat adanya gaya kohesi antarpartikel koloid.
Proses pembentukan agregat dari partikel-partikel koloid
hingga menjadi berukuran suspensi kasar dinamakan koagulasi atau penggumpalan
dispersi koloid. Penetralan muatan koloid dapat dilakukan dengan cara
menambahkan zat-zat elektrolit ke dalam sistem koloid, seperti ion-ion Na+,
Ca2+, dan Al3+. Kecepatan koagulasi bergantung pada jumlah muatan elektrolit.
Makin besar muatan elektrolit, makin cepat proses koagulasi terjadi. Penambahan
ion Al3+ ke dalam sistem koloid yang bermuatan negatif, seperti sol As2O3 lebih
cepat dibandingkan dengan ion Mg2+ atau ion Na+.
Gejala koagulasi pada dispersi koloid dengan cara penetralan
muatan koloid dapat dilihat pada pembentukan delta di muara sungai yang menuju
laut. Pembentukan delta di muara sungai disebabkan oleh koagulasi lumpur yang
bermuatan negative oleh zat-zat elektrolit dalam air laut, seperti ion-ion Na+
dan Mg2+. Ketika lumpur tersebut sampai di muara (pertemuan sungai dan laut),
di laut sudah tersedia ion-ion seperti Na+ dan Mg2+. Akibatnya, lumpur
kehilangan muatannya dan beragregat satu dengan lainnya membentuk delta.
Proses koagulasi koloid yang
bermuatan listrik.
F.
PEMBUATAN
KOLOID
Pembuatan koloid dengan cara kondensasi dan
dispersi dapat dilakukan dengan berbagai reaksi. Perhatikan uraian berikut.
1.
Cara Kondensasi
Pembuatan koloid dengan cara kondensasi dapat
dilakukan dengan reaksi hidrolisis, reaksi oksidasi, reaksi reduksi,
kesetimbangan ion, dan mengubah pelarut.
a.
Reaksi Hidrolisis
Pembuatan koloid
dengan cara reaksi hidrolisis, contohnya pembuatan sol Fe(OH)3. Reaksi:
FeCl3(aq) + 3
H2O(l) Fe(OH)3(s) + 3
HCl(aq)
b.
Reaksi Oksidasi
Pembuatan sol dengan
cara oksidasi, misalnya pembuatan sol belerang. Sol belerang dibuat dengan mengalirkan gas H2S
ke dalam larutan SO2.
Reaksi:
2 H2S(g) + SO2(g) 3 S(s) + 2
H2O(l)
Pada reaksi di atas
S2– dioksidasi menjadi S.
c.
Reaksi Reduksi
Sol dari logam Pt, Ag,
dan Au dapat dibuat dengan cara mereaksikan larutan encer ion logam dengan zat
pereduksi misalnya FeSO4, formaldehida, dan timah klorida. Contohnya pembuatan
sol emas.
Reaksi:
2 AuCl3(aq) + 3 SnCl2(aq) 2 SnCl4(aq) + 2
Au(s)
sol emas
Pada reaksi tersebut
ion Au3+ direduksi menjadi logam emas.
d.
Kesetimbangan Ion
Pembuatan sol dengan
kesetimbangan ion misalnya pembuatan sol AgCl dan sol As2S3.
1) Pembuatan sol AgCl
Sol AgCl dapat dibuat dengan
menambahkan larutan HCl yang sangat encer kepada larutan
AgNO3.
Reaksi:
Ag+(aq)
+ Cl–(aq) AgCl(s)
2) Pembuatan sol As2S3
Pada
larutan H2S encer ditambahkan oksida arsen (As2O3)
Reaksi:
As2O3(s) + 3 H2S(aq) As2S3(s) + 3
H2O(l)
Sol As2O3 berwarna
kuning, bermuatan negatif, dan termasuk koloid liofob, yaitu sol yang tidak
menarik medium pendispersi.
e.
Mengubah Pelarut
Cara kondensasi ini
dilakukan untuk menurunkan kelarutan suatu zat terlarut.
Contohnya:
1) Belerang larut dalam etanol tetapi tidak larut
dalam air.
Bila larutan jenuh
belerang dalam etanol dituangkan ke dalam air, maka akan terbentuk sol
belerang. Hal ini terjadi akibat menurunnya kelarutan belerang di dalam
campuran tersebut.
2) Indikator fenolftalein
larut dalam etanol tapi tidak larut dalam air.
Bila air ditambahkan
ke dalam larutan fenolftalein dalam etanol akan terbentuk cairan seperti susu.
3) Kalsium asetat mudah
larut dalam air, tetapi sukar larut dalam alkohol.
Bila
larutan jenuh kalsium asetat ditambahkan alkohol maka akan terbentuk jelly.
2.
Cara Dispersi
Cara dispersi dapat dilakukan dengan cara
mekanik (pemecahan dan penggilingan) serta peptisasi.
a. Cara Mekanik
Dengan cara mekanik,
partikel kasar dipecah sampai halus. Dalam laboratorium kimia pemecahan
partikel ini dilakukan dengan menggunakan lumpang dan alu kecil, sedangkan
dalam industri digunakan mesin penggiling koloid. Zat yang sudah halus
dimasukkan ke dalam cairan sampai terbentuk koloid.
Contoh: Pembuatan sol belerang
Mula-mula belerang dihaluskan
kemudian didispersikan ke dalam air sehingga terbentuk suatu koloid.
b. Cara Peptisasi
Cara ini dilakukan dengan menambahkan ion
sejenis pada suatu endapan sehingga endapan terpecah menjadi partikel-partikel
koloid. Contohnya endapan Agl dapat dipeptisasi dengan menambahkan larutan
elektrolit dari ion sejenis, misalnya kalium iodida (Kl) atau perak nitrat
(AgNO3).Agar-agar yang biasa kita konsumsi berbentuk padat itu adalah koloid
yang dibuat dengan cara peptisasi. Agar-agar tersebut dibuat dengan cara
mencampurkan tepung agar-agar dengan air.
G.
PERANAN KOLOID DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
a.
Mengurangi polusi udara
Gas buangan pabrik yang mengandung
asap dan partikel berbahaya dapat diatasi dengan menggunakan alat yang disebut
pengendap cottrel. Prinsip kerja alat ini memanfaatkan sifat muatan dan
penggumpalan koloid sehingga gas yang dikeluarkan ke udara telah bebas dari
asap dan partikel berbahaya
Asap dari pabrik sebelum
meninggalkan cerobong asap dialirkan melalui ujung-ujung logam yang tajam dan
bermuatan pada tegangan tinggi (20.000 sampai 75.000 volt). Ujung-ujung
yang runcing akan mengionkan molekul-molekul dalam udara. Ion-ion tersebut akan
diadsorpsi oleh partikel asap dan menjadi bermuatan. Selanjutnya,
partikel bermuatan itu akan tertarik dan diikat pada elektrode yang
lainnya. Pengendap Cottrel ini banyak digunakan dalam industri untuk dua
tujuan, yaitu mencegah polusi udara oleh buangan beracun dan memperoleh kembali
debu yang berharga (misalnya debu logam).
b.
Penggumpalan lateks
Getah karet dihasilkan dari pohon karet atau hevea. Getah
karet merupakan sol, yaitu dispersi koloid fase padat dalam cairan. Karet alam
merupakan zat padat yang molekulnya sangat besar (polimer). Partikel karet alam
terdispersi sebagai partikel koloid dalam sol getah karet. Untuk
mendapatkan karetnya, getah karet harus dikoagulasikan agar karet menggumpal
dan terpisah dari medium pendispersinya. Untuk mengkoagulasikan getah
karet, biasanya digunakan asam formiat; HCOOH atau asam asetat; CH3COOH.
Larutan asam pekat itu akan merusak lapisan pelindung yang mengelilingi
partikel karet. Sedangkan ion-ion H+-nya akan menetralkan muatan partikel karet
sehingga karet akan menggumpal.
Selanjutnya, gumpalan karet digiling dan dicuci lalu
diproses lebih lanjut sebagai lembaran yang disebut sheet atau diolah menjadi
karet remah (crumb rubber). Untuk keperluan lain, misalnya pembuatan
balon dan karet busa, getah karet tidak digumpalkan melainkan dibiarkan dalam
wujud cair yang disebut lateks. Untuk menjaga kestabilan sol lateks, getah
karet dicampur dengan larutan amonia; NH3. Larutan amonia yang bersifat basa
melindungi partikel karet di dalam sol lateks dari zat-zat yang bersifat asam
sehingga sol
tidak menggumpal.
tidak menggumpal.
c.
Membantu pasien gagal ginjal
Proses dialisis untuk memisahkan partikel-partikel koloid
dan zat terlarut merupakan dasar bagi pengembangan dialisator. Penerapan dalam
kesehatan adalah sebagai mesin pencuci darah untuk penderita gagal ginjal.
Ion-ion dan molekul kecil dapat melewati selaput semipermiabel dengan demikian
pada akhir proses pada kantung hanya tersisa koloid saja. Dengan
melakukan cuci darah yang memanfaatkan prinsip dialisis koloid, senyawa beracun
seperti urea dan keratin dalam darah penderita gagal ginjal dapat dikeluarkan.
Darah yang telah bersih kemudian dimasukkan kembali ke tubuh pasien.
d.
Penjernihan air
Untuk memperoleh air bersih perlu dilakukan upaya
penjernihan air. Kadang-kadang air dari mata air seperti sumur gali dan
sumur bor tidak dapat dipakai sebagai air bersih jika tercemari. Air permukaan
perlu dijernihkan sebelum dipakai. Upaya penjernihan air dapat dilakukan baik
skala kecil (rumah tangga) maupun skala besar seperti yang dilakukan oleh
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Pada dasarnya penjernihan air itu
dilakukan secara bertahap. Mula-mula mengendapkan atau menyaring
bahan-bahan yang tidak larut
dengan saringan pasir. Kemudian air yang telah disaring ditambah zat kimia, misalnya tawas atau aluminium sulfat dan kapur agar kotoran menggumpal dan selanjutnya mengendap, dan kaporit atau kapur klor untuk membasmi bibit-bibit penyakit. Air yang dihasilkan dari penjernihan itu, apabila akan dipakai sebagai air minum, harus dimasak terlebih dahulu sampai mendidih beberapa saat lamanya.
dengan saringan pasir. Kemudian air yang telah disaring ditambah zat kimia, misalnya tawas atau aluminium sulfat dan kapur agar kotoran menggumpal dan selanjutnya mengendap, dan kaporit atau kapur klor untuk membasmi bibit-bibit penyakit. Air yang dihasilkan dari penjernihan itu, apabila akan dipakai sebagai air minum, harus dimasak terlebih dahulu sampai mendidih beberapa saat lamanya.
Proses pengolahan air tergantung pada mutu baku air (air belum
diolah), namun pada dasarnya melalui 4 tahap pengolahan.
Tahap pertama adalah pengendapan, yaitu air baku dialirkan
perlahan-lahan sampai benda-benda yang tak larut mengendap. Pengendapan
ini memerlukan tempat yang luas dan waktu yang lama. Benda-benda yang
berupa koloid tidak dapat diendapkan dengan cara itu.
Pada tahap kedua, setelah suspensi kasar terendapkan,
air yang mengandung koloid diberi zat yang dinamakan koagulan. Koagulan yang
banyak digunakan adalah aluminium sulfat, besi(II)sulfat, besi(III)klorida,
dan klorinasi koperos (FeCl2Fe2(SO4)3). Pemberian koagulan selain untuk mengendapkan
partikel-partikel koloid, juga untuk menjadikan pH air sekitar 7
(netral). Jika pH air berkisar antara 5,5–6,8, maka yang digunakan adalah
aluminium sulfat, sedangkan untuk senyawa besi sulfat dapat digunakan pada pH
air 3,5–5,5.
Pada tahap ketiga, air yang telah diberi koagulan
mengalami proses pengendapan, benda-benda koloid yang telah menggumpal
dibiarkan mengendap. Setelah mengalami pengendapan, air tersebut disaring
melalui penyaring pasir sehingga sisa endapan yang masih terbawa di dalam air
akan tertahan pada saringan pasir tersebut.
Pada tahap terakhir, air jernih yang dihasilkan diberi
sedikit air kapur untuk menaikkan pHnya, dan untuk membunuh bakteri diberikan
kalsium hipoklorit (kaporit) atau klorin (Cl2).
e.
Sebagai deodoran
Deodoran mengandung aluminium klorida yang dapat
mengkoagulasi atau mengendapkan protein dalam keringat.endapan protein ini
dapat menghalangi kerja kelenjer keringat sehingga keringat dan potein yang
dihasilkan berkurang.
f.
Sebagai bahan makanan dan obat
Ada zat-zat yang tidak larut dalam air sehingga harus
dikemas dalam bentuk koloid sehingga mudah diminum. Contohnya obat dalam bentuk
kapsul.
g.
Sebagai bahan kosmetik
Ada berbagai bahan kosmetik kosmetik berupa padatan, tetapi
lebih baik digunakan dalam bentuk cairan. Untuk itu biasanya dibuat berupa
koloid dengan tertentu.
h.
Sebagai bahan pencuci
Prinsip koloid juga digunakan dalam proses pencucian dengan
sabun dan detergen. Dalam pencucian dengan sabun atau detergen, sabun/ detergen
berfungsi sebagai emulgator. Sabun/detergen akan mengemulsikan minyak dalam
air sehingga kotoran-kotoran berupa lemak atau minyak dapat dihilangkan
dengan cara pembilasan dengan air.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan dari pembahasan yang telah dijelaskan
sebelumnya, penulis dapat memberikan simpulan sebagai berikut :
1. Koloid adalah suatu campuran zat heterogen (dua fase)
antara dua zat atau lebih di mana partikel-partikel zat yang berukuran koloid
(fase terdispersi/yang dipecah) tersebar secara merata di dalam zat lain
(medium pendispersi/ pemecah).
2. Sistem koloid tersusun dari fase terdispersi yang
tersebar merata dalam medium pendispersi. Fase terdispersi dan medium
pendispersi dapat berupa zat padat, cair, dan gas.
3. Sifat koloid secara makroskopis homogen, tetapi heterogen
jika diamati dengan mikroskop ultra.
SARAN
Harapan penulis
dari simpulan tersebut yaitu, penulis dapat merumuskan beberapa saran,
diantaranya :
1. Diharapkan
agar pembaca dapat mengetahui koloid apa saja yang terdapat dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Diharapkan
agar pembaca dapat menguasai materi koloid tidak hanya pada makalah ini, lebih
baik dari berbagai sumber lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/34446217/Koloid
http://yoggazta.blogspot.com/2011/03/makalah-koloid.html
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-smk/kelas_x/koloid/
http://ekaseptya.blogspot.com/2013/11/materi-pelajaran-sistem-koloid_19.html
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda